Ombudsman Akui Sistem Pemanfaatan Data Dukcapil Clear And Safety

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta - Tanggapan miring mengenai pemberian hak akses verifikasi data kependudukan oleh lembaga swasta milik Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri) berakhir. Ombudsman akhirnya mengakui bahwa pemberian hak akses verifikasi data kependudukan itu clean dan safety. 

Pengakuan tersebut resmi terjadi hari ini, pasca pertemuan antara Ombudsman dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri. Dari perwakilan Ombudsman, Alvin Lie dan Ahmad Su’aidi, sedangkan dari Ditjen Dukcapil ada Dirjen Dukcapil Kemendagri sendiri, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, beserta jajaran pejabat Eselon II hingga staff. 

Alvin mengakui selama ini terdapat kesalahpahaman yang beredar di masyarakat bahwa swasta mendapatkan hak akses data pribadi. Padahal, yang ada hanyalah hak akses verifikasi data sehingga tidak ada praktek inkonstitusional apapun. 

“Selama ini yang beredar ini kan akses data. Tapi sebenarnya yang ada itu akses untuk verifikasi, meriksa kebenaran dan keabsahan data dalam rangka melindungi para pengguna layanan ini (dari identitas palsu),” kata Alvin saat ditemui wartawan, Jakarta, Rabu (24/07). 

Kendati demikian, Alvin meminta agar aspek sekuritas data tersebut tetap diperhatikan. Bisa saja, seiring dengan berkembangnya waktu dan teknologi, apa yang saat ini aman menjadi tidak aman di kemudian hari. 

“Kita sepakat bahwa tetap harus meningkatkan pengawasan karena teknologi ini kan terus bekrembang. Yang hari ini aman, besok bisa tidak aman,” tambahnya. 

Di kesempatan yang sama, Dirjen Dukcapil Kemendagri, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, juga menegaskan bahwa aspek sekuritas data memang sangat diperhatikan pihaknya. Sebab, pihaknya tidak sembarangan kala memberikan hak akses tersebut. 

“Yang mengakses itu ada passwordnya kan, kita tahu siapa sedang mengambil data siapa,” tegasnya. 

Selain itu, pemberian hak akses tersebut juga disesuaikan dengan kebutuhan lembaga pengguna. Untuk keperluan bisnis dan swasta misalnya, umumnya hanya diberi akses hingga data KTP-elnya saja. 

“Lembaga-lembaga tertentu hanya data KTP-el. Kalau KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sampai (data) tanda tangan karena untuk penyocokan tanda tangan buku rekening (bank). Kemudian untuk Polri, dia sampai foto sidik jari karena untuk penegakan hukum dan pencegahan kriminal,” rincinya. 

Sekedar informasi saja, menurut UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Adminduk, data kependudukan dibagi menjadi dua, yaitu data perseorangan dan data pribadi. Apa yang boleh diakses lembaga adalah data perseorangan yang menyangkut nama, alamat, serta tempat dan tanggal lahir. 

Sedangkan akses pada data pribadi yang menyangkut riwayat cacat dan aib tidak diberikan. “Kita bedakan. Data itu ada dua, data perseorangan dan data pribadi. Data pribadi itu yang ada cacatnya aibya itu gak boleh dibuka,” tutupnya.(p/ab)